fokal.id – Triono Junoasmono (53) atau yang akrab disapa Yongki merupakan salah satu sosok penting dibalik keberhasila pemerintah membangun infrastruktur konektivitas, terutama jalan nasional baik tol maupun non tol beberapa tahun belakangan ini. Tugas dan tanggung jawab ini akan terus dikerjakan di masa mendatang untuk memastikan, semua titik-titik di Indonesia tersambung dengan jalan raya, petani tidak lagi kesulitan mengairi persawahannya, atau masyarakat tidak lagi kesulitan mendapatkan akses air bersih dan infrastruktur dasar lainnya. Terutama di pusat-pusat aktivitas ekonomi yang menjadi prioritas pemerintah ke depannya, seperti pertanian, industri hilir, sektor pariwisata, peternakan, dan kegiatan ekonomi lainnya.
Di balik mimpi pemerintahan Prabowo Subianto antara lain untuk mempercepat swasembada pangan, keterlibatan Yongki sepertinya akan terus diandalkan. Sebagai Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur, technocrat cum intellectual ini dituntut mencari sumber pembiayaan alternatif APBN agar infrastruktur konektivitas terbangun tepat waktu dan menopang mimpi besar pemerintah. Swasembada adalah satu hal. Belum lagi kalau berbicara tentang infrastruktur dasar seperti saluran irigasi, waduk, air minum yang harus terus dibangun demi memenuhi kebutuhan dasar warga bangsa termasuk mendukung industrialisasi sektor hilir di perkebunan, pertanian, perikanan, mineral maupun minyak dan gas.
Menurut Yongki, infrastruktur konektivitas merupakan salah satu kunci untuk mewujudkan swasembada pangan dan pemerataan ekonomi yang menjadi mimpi besar Presiden Prabowo Subianto yang tertuang dalam “Asta Cita Presiden RI 2025-2029”. Yongki yakin sekali kelancaran distribusi pangan dan logistik, pertumbuhan ekonomi di daerah, hanya dapat terjadi dengan dukungan infrastruktur yang memadai. Bahwa konektivitas memacu daya saing sebuah negara, sudah tak diragukan lagi. Dalam dekade terakhir,World Competitiveness Ranking Indonesia kian membaik; melompat dari posisi 34 ke 27 salah satunya melalui ketersediaan infrastruktur termasuk jalan. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum, dalam periode 2015-2024 setidaknya telah terbangun jalan tol baru sepanjang 2.230 km dan 6.000 km jalan nasional baru, utamanya Jalan Trans dan Perbatasan Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Jalur Pantai Selatan Jawa.
Di tengah banyak lautan hambatan dan tantangan, yang paling utama adalah bagaimana membiayai pembangunan infrastruktur ini tanpa mengandalkan APBN. Nah disitulah kepiawaian seorang Yongki teruji yakni mencari sumber pembiayaan di luar APBN yakni dengan melibatkan pihak swasta. Yongki percaya dengan creative financing strategy yang cerdas dan teruji, maka salah satu kendala pembangunan infrastruktur bisa teratasi. Berbekal pengetahuan di bidang infrastructure financing, serta pengalaman teknokratis selama berkarir di Kementerian Pekerjaan Umum selama hampir 30 tahun, maka porsi partisipasi swasta dalam pembangunan dan pengembangan jalan tol makin menemukan bentuknya dan secara bisnis terlihat berhasil.
Lulusan University of Birmingham tahun 2004 ini, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum, tampaknya menemukan bidang yang pas untuk mempraktekan ilmu yang diperolehnya. Di tangannya telah terjadi beberapa kesepakatan bisnis penting dalam pembangunan infrastruktur koneksi terutama jalan tol dengan perusahaan swasta. “Akan semakin banyak dunia swasta yang terlibat, karena secara bisnis sangat layak,” kata Yongki.
Birokrat kelahiran tahun 1971 ini dikenal sebagai perencana strategis pembangunan jaringan jalan di Indonesia, termasuk di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) seperti Kepulauan Sangihe. Tidak hanya itu, Yongki juga terlibat negosiasi tingkat tinggi dengan beberapa investor dan lender international seperti Jepang, China, ADB, dan World Bank untuk memastikan pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dapat berjalan lancar di tengah terbatasnya anggaran negara. Berpengalaman sebagai regulator jalan tol di Indonesia, Yongki juga turut aktif mempromosikan green infrastructure melalui beautifikasi dan penghijauan di beberapa ruas jalan tol dan pengolahan sampah di rest area Jalan Tol Jagorawi sebagai percontohan di seluruh jalan tol di Indonesia.
“Wah, tidak sedikit tantangannya sampai di titik ini.” ujar Yongki di tengah wawancara kami. Isu teknis seperti waktu tempuh yang tinggi, kemacetan, keterbatasan ruang dan lahan, maupun isu non teknis seperti keterbatasan pembiayaan dan sumber daya manusia, serta isu-isu lain yang terkait aspek sosial dan budaya adalah masalah yang harus ditemuinya sehari-hari. Yongki memanfaatkan jaringannya yang luas dan bermanfaat untuk menyelesaikan berbagai masalah pembangunan, termasuk tersambungnya Jakarta Outer Ring Road (JORR) II yang mangkrak belasan tahun karena isu pembebasan lahan. “Kita harus kreatif, inovatif, dan kolaboratif,” ungkapnya dalam menghadapi tantangan pembangunan Indonesia.
Dedikasi ini juga tercermin dari berbagai penghargaan yang diterimanya, termasuk Satyalancana Karya Wira Karya, Satyalancana Pembangunan, dan dua Satyalancana Karya Satya dari Presiden RI. Dibalik segala pencapaiannya, Yongki adalah sosok yang tidak pernah berhenti belajar. Hal ini tercermin dari prestasinya yang selalu menjadi peserta terbaik dalam tiap pendidikan dan pelatihan pimpinan (Diklatpim) yang diikutinya. Di sela-sela kesibukannya, selain terkenal aktif sebagai dosen tamu program pascasarjana di ITB dan UGM, ia juga sering menjadi speaker di berbagai road international conference.
Sejak mahasiswa, Yongki sangat aktif berorganisasi. Saat ini ia juga tercatat tergabung dalam berbagai organisasi keprofesian seperti Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia, Persatuan Insinyur Indonesia, Masyarakat Transportasi Indonesia, Institution Civil Engineer (ICE), dan Road Engineering Association of Asia and Australasia (REAAA). Ia bahkan pernah diamanahi oleh PIARC (World Road Association) sebagai Chief of Committee International Seminar Climate Change, Resilience, and Disaster Management di Yogyakarta pada tahun 2022 lalu yang dihadiri peserta dari 22 negara.
“Education also plays a big role,” tambahnya. Besar sebagai anak seorang konsuler, Yongki sudah terbiasa hidup berpindah-pindah sejak kecil. Pendidikan SD dan SMP ia tempuh di Hongkong sebelum akhirnya menetap tinggal di Jakarta. Perjumpaannya dengan masyarakat kosmopolit membuat Yongki mempunyai eksposur internasional yang tinggi. Menjadi adaptif, toleran, dan terbiasa bekerja sama dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda telah menjadi nilai-nilai yang tertanam sejak dini pada dirinya.
Ia menamatkan sarjana dari Teknik Mesin Universitas Trisakti, sedangkan magisternya ditempuh di Universitas Tarumanegara. Tidak berhenti di situ, mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas Trisakti ini, mendapat Joint Japan/World Bank Graduate Scholarship untuk melanjutkan pendidikan S3 di jurusan Highway Planning and Financing di University of Birmingham dan sempat bekerja sebagai Project Technical Assistant di World Bank, UK pada tahun 2003- 2005. Menempuh pendidikan di Inggris tentunya meninggalkan kesan yang berbeda baginya.
“Sangat berharga ya. Pola pikir, perspektif, dan decision making jadi lebih seimbang dan terbuka akan perkembangan dunia. Bisa dibilang menjadi salah satu bagian penting yang mendukung perjalanan karir saya di Kementerian PU sampai saat ini.” ujar mantan Ketua PPI Birmingham 2001 dan Wakil Ketua PPI UK 2002 ini.
Dari menyaksikan sendiri perkembangan infrastruktur dan teknologi di pusat ekonomi dunia, belajar langsung dari para ahli dan best practices negara maju, sampai bertukar pikiran dengan global network yang luas menjadi bekal yang kuat baginya untuk membangun Indonesia. Pria yang hobi berolahraga ini juga berpesan “Kita boleh menuntut ilmu sampai ke negeri China, tapi jangan lupa untuk contribute back to the community. Kalau bukan kita siapa lagi?” tutupnya. Besar harapan Yongki agar alumni luar negeri terutama UK dapat gotong-royong bersinergi dan beraksi untuk memberikan dampak dan kontribusi konkret bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Perbesar Keterlibatan Private Sector
Harus diakui ada gap besar antara keinginan membangun banyak hal dengan kemampuan keuangan negara untuk membiayai rencana-rencana tersebut. Beban APBN tahun 2025 makin berat, termasuk membayar utang, yang jatuh tempo tahun 2025. Menurut berbagai sumber, pada tahun 2025, sebanyak Rp800 triliun utang yang harus dibayar negara, baik itu berupa pinjaman, obligasi maupun utang berbunga lunak lainnya. Apalagi program sosial yang butuh banyak anggaran seperti makan siang bergizi sebagai bagian dari rencana pemerintah. Dan semuanya dibebankan kepada APBN. Sementara itu, banyak rencana yang harus digenjod pemerintah terutama sektor pangan, energi dan industri. Apapun yang dikerjakan, pasti butuh infrastruktur konektivitas dasar seperti jalan raya. Presiden Prabowo Subianto, sudah menyatakan dengan tegas bahwa pembangunan jalan tol seperti masa lalu tidak lagi akan membebani APBN. Kecuali tentu infrastruktur dasar termasuk jalan daerah.
Bahwa jalan tol tetap dibutuhkan untuk memperkuat nadi ekonomi dan logistik sudah pasti. Karena itu pemerintah harus aktif dalam kerja sama dengan berbagai pihak terutama sektor usaha swasta untuk terlibat dalam pembangunan dan pengembangan jalan tol. Dan skema pembiayaannya harus di luar APBN. Kabar baiknya, menurut Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PU, Triono Junoasmono PhD, minat swasta pada sektor infrastruktur terutama jalan tol makin meningkat.
“Hingga saat ini, nilai kerja sama dengan swasta dalam pembangunan infrastruktur sebesar Rp440 triliun, dana akan ditingkatkan mencapai Rp740 Triliun di beberapa waktu ke depan,” kata Triono yang akrab dipanggil Yongki ini. Dia yakin sekali akan semakin banyak perusahaan swasta (private sector) yang ingin terlibat dalam bisnis jalan tol karena melihat prospek ekonomi Indonesia yang tetap besar, kendati sekarang ini agak lambat karena berbagai faktor. “Dalam waktu dekat misalnya akan ada penandatanganan kerja sama untuk pembangunan fly over di Sumatera Barat, yang melibatkan dunia usaha swasta,” kata Yongki.
Yongki yakin bahwa, kementeriannya berusaha untuk memenuhi harapan pemerintah sekarang agar, bisa menyediakan infrastruktur jalan yang bisa menghubungkan pusat-pusat kegiatan ekonomi yang jadi prioritas pembangunan dalam “Asta Cita”. “Termasuk mendukung hilirisasi industri strategis yang jadi agenda pemerintah, kami siap untuk menyediakan jalan-jalan yang memadai baik tol, jalan trans maupun jalan-jalan lain yang menghubungkan semua ekosistem bisnis dalam program hilirisasi industri strategis, irigasi, tol, waduk, air minum, kegiatan pengembangan new energy, maupun mendukung program kemandirian pangan,” kata Yongki optimistis.