fokal.id – Prof. Rofikoh Rokhim, SE, SIP, DEA, PhD merupakan Wakil Komisaris PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan saat ini ia mengajar sebagai Guru Besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia. Rofikoh pernah menempuh kuliah di luar negeri saat menjalani S2 di Prancis. Disana ia merasakan banyak suka dan dukanya. Tapi kalau yang ia rasakan lebih banyak sukanya dibandingkan dukanya karena selain kuliah. Selain kuliah, ia juga bekerja sebagai koresponden atau wartawan.
Rofikoh pernah mengikuti asosiasi wartawan Asia sehingga dapat meliput acara besar bahkan saat Genima berdiri, ia ikut meliput yang pertama kali. Menurut Rofikoh hal tersebut menarik karena ia berada di Paris yang merupakan kota besar di mana banyak atraksi dan acara. Jadi rasanya perjalanan hidup Rofikoh selama lebih dari empat tahun di Prancis pada tahun 1999-2000 dan 2001-2005 tidak ada yang tidak ada manfaatnya untuk kehidupannya saat ini.
“Dari mulai tinggal di rumah orang harus tahu diri saya bisa membersihkan rumah dan memasak. Dari bisa masak, akhirnya saya bisa punya restoran dan dari bersih-bersih rumah, akhirnya rumah saya sekarang bersih, kemudian masih menjadi responden ketemu banyak orang. Sekolahnya juga ya harus selesai. Jadi, menurut saya selama saya belajar totalnya 4 tahun di Paris semuanya berasa menyenangkan dan bermanfaat dalam kehidupan saya saat ini,” ujar Rofikoh Rokhim.
Rofikoh mengawali karir sebagai wartawan. Saat pertama kali menjadi wartawan, ia meliput sebagai wartawan properti atau real estate. Pada saat itu sedang berkembang pesat pembangunan mall, apartemen, dan perumahan. Setelah itu, ia pindah untuk membidangi UMKM. Pada saat itu belum ada wartawan yang meliput UMKM jadi ia diminta untuk mengembangkan satu halaman meliput UMKM. Sejak menjadi wartawan yang meliput UMKM, Rofikoh dapat keliling Indonesia yang disponsori Astra dan Kementerian UMKM. Kemudian ia beralih menjadi wartawan pasar modal dan perbankan sehingga bertemu orang-orang pasar modal dan keuangan perbankan. Ia belajar sertifikasi pasar modal dan perbankan hingga lulus kuliah.
Kemudian setelah lulus kuliah S2 di Paris, Rofikoh sebenarnya ingin istirahat sejenak tapi ia ingin mencari informasi di kedutaan yang ada beasiswanya. Akhirnya ia mendaftarkan dengan melampirkan proposalnya. Kemudian setelah selesai kuliah hingga S3, ia mengirim surat mengajar ke Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia.
“Apakah mungkin saya mengajar? Kenapa saya berpikiran mengajar? Karena sudah sekolah sampai doktor kalau ilmunya tidak diajarkan buat apa? Padahal sebenarnya dulu saat masih S1 menjadi wartawan saya sudah mengajar di Politeknik Swadharma punya BNI saat tahun 1996-1998. Setelah selesai kuliah, saya melamar di UI. Kenapa di UI? Karena saya tinggal di Jakarta, tapi sebelum di UI saya juga mengajar di Universitas Bina Nusantara dan Universitas Paramadina. Akhirnya kalau mau jadi pegawai tetap harus memilih salah satu jadi pada tahun 2013 saya juga mundur dari media Bisnis Indonesia sehingga saya full bekerja di FEB UI. Saya mengurus kepangkatannya mulai dari rektor, rektor kepala dan guru besar,” lanjutnya.
Dari saat masih usia anak-anak, Rofikoh setelah sholat subuh berkunjung ke tetangga yang berjualan. Ia membantu tetangga membuat risol, onde-onde, dan klepon. Orang tua Rofikoh mempunyai toko kelontong, jadi kalau selesai sekolah ia juga membantu membungkus gula, beras, terigu dan lainnya.
“Dari dulu ternyata jiwa dan kebiasaan saya sudah dekat dengan UMKM, baik orang tua saya sebagai pelaku, baik saya membantu orang yang jualan sehingga saya juga bisa memasak makanan dan setelah dewasa saya juga ternyata punya industri makanan, saya punya restoran. Sekarang ada 6 restoran yang saya miliki ya. Jadi semua itu sebenarnya berhubungan dari mulai kita dulunya tuh ngapain, gak ada yang ujuk-ujuk semua itu sudah ada jalurnya. Saat dewasa, saya bekerja di media meliput khusus UMKM, kebetulan saya diminta membidangi. Setelah itu, saya menjadi komisaris bank yang juga memberikan pembiayaan kepada UMKM dan saya pun juga pelaku UMKM karena saya punya beberapa restoran,” ungkap Rofikoh.
Rofikoh mempunyai enam restoran yang pertama berada di Cipete, Jakarta Selatan dengan nama restoran “Sumber Asli Kuliner Tempo Dulu”. Kemudian ia membuka dua restoran di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, satu restoran di Klaten, dan dua restoran di Pamulang, Tangerang Selatan. Ia menjual makanan tradisional Indonesia, Jepang, Korea dan Eropa.
“Kalau cita-cita saya yang saat ini belum terwujud, saya ingin ketika mengajar sambil ceramah disisipkan hadis atau ayat Al-Qur’an terkait dengan hal yang dibahas. Jadi saya ingin mewujudkan hal tersebut,” ucapnya.
Pesan Rofikoh untuk generasi muda saat ini sebenarnya mau pintar atau tidak bergantung pada diri sendiri karena semua bisa dibaca dan dilihat karena saat ini sudah ada internet dan teknologi lainnya. Namun, yang sangat disayangkan sangat banyak generasi saat ini yang justru karena begitu mudahnya malah menjadi manja.
“Kalau menurut saya generasi muda sekarang kurang fight. Dengan zaman serba ada, seharusnya kalian bisa belajar menekuni tinggal prakteknya dan perbanyak pergaulan sosial karena kalau bergantung pada alat sehingga pergaulan sosialnya berkurang karena semua orang-orang misalnya saat di restoran bukannya ngobrol malah semua pegang handphone WhatsApp-an. Selain itu, begitu banyak macam penyakit di zaman ini karena konsumsi makanan kita sembarangan. Kita lahir di Indonesia seharusnya makan makanan Indonesia, jangan dari luar negeri,” ujar Rofikoh.
Rofikoh terdaftar sebagai anggota Ikatan Alumni Prancis Indonesia (IAPI) namun ia tidak terlalu aktif. IAPI di Prancis berdiri sejak lama dari zamannya Pak Daud Yusuf. Di Prancis juga ada Persatuan Pelajar Indonesia (PPI), kalau pulang atau setelah lulus mengikuti IAPI.
“Dulu kepengurusan yang saya pernah ikuti pada saat ketuanya itu Prof. Muhammad Nuh. Kemudian berganti ke Bu Poppy Dharsono dan sekarang berganti ke anak muda ya, anak-anak muda supaya apa? Supaya inilah regenerasi anak-anak muda mereka lebih punya waktu lebih update bisa mengumpulkan ikatan alumni Prancis yang terbangun. Namun, sayangnya sampai saat ini saya rasakan bonding dari alumni Prancis belum sekuat teman-teman di SD, SMP, dan SMA. Mungkin kita perlu buat suatu kegiatan yang kalau rutin juga susah ngumpulin orang, tapi memang harus sering ada kegiatan berapa pun itu yang hadir karena orang lain juga punya urusan dan jadwal masing-masing. Menurut saya perlu ada kegiatan minimal sebulan sekali untuk IAPI, tapi siapa aja siapa yang bisa,” ujar Rofikoh.
“Kalau menurut saya majalah FOKAL kalau memang mau untuk komunitas ya fokus ke situ karena sekarang itu kan ada journalism, semua orang itu juga bisa menjadi jurnalis kan semua orang kalau bisa nulis punya blockchain juga bisa, nulis juga bisa nah menurut saya ya harus spesifik apa yang mau ditampilkan supaya orang baca dan orang nyari, orang nunggu mau ada apa,” tutup Rofikoh.