Turner & Townsend adalah perusahaan jasa profesional multinasional yang berkantor pusat di Kota Leeds, Inggris. Spesialisasi mereka dalam manajemen program, manajemen proyek, manajemen biaya, dan konsultasi di seluruh sektor properti, infrastruktur, dan sumber daya alam.
Sebagai perusahaan multinasional, Turner & Townsend memiliki kantor perwakilan di 45 negara, salah satunya di Indonesia. Adalah seorang wanita, Katarina Hapsari, yang dipercaya sebagai pimpinan Turner & Townsend di tanah air.
Posisinya terbilang mentereng yakni sebagai Lead PMO Major Projects ASEAN and Australia-New Zealand. Tak sembarang orang, apalagi wanita, yang bisa meraih jabatan tinggi di sebuah perusahaan multinasional papan atas. Untuk ukuran sebagai orang Indonesia sekaligus wanita, Katarina merupakan figur yang langka. Dia merupakan wanita mandiri, penuh percaya diri, serta piawai dalam memimpin hingga mampu membesarkan Turner & Townsend di Indonesia.
Belum lama ini Majalah FOKAL mendapat kesempatan untuk berbincang-bincang dengan wanita karier yang 25 tahun berada di luar negeri untuk studi dan membangun kariernya. Lewat perbincangan yang akrab, dia menuturkan sebagian episode kehidupan serta kariernya yang moncer.
“Dari tahun 1993 hingga 1996, saya studi arsitektur di University of Nottingham di Kota Nottingham, sebuah kota kecil di Inggris. Selain belajar, saya mendapat kesempatan bekerja. Saya diajak oleh seorang dosen untuk bekerja di sebuah perusahaan konsultan di London. Saya bekerja selama liburan musim panas,” tutur wanita yang juga akrab disapa Sari ini.
Dari situ ia melihat dan belajar cara dan budaya kerja orang Eropa, terutama Inggris. Secara profesional, cara bekerja, pemikiran, dan cara berkomunikasi memiliki perbedaan. Mulai dari kecepatan bekerja hingga tanggung jawab pada perusahaan serta terhadap klien. “Cara berpikir saya mulai terbentuk dari situ,” cetus Katarina.
Dia merasa beruntung karena semasa kuliah mendapatkan dosen-dosen yang selalu mendorongnya untuk selalu berani berbicara. Ia juga mendapat kesempatan untuk membantu dalam sejumlah riset mereka, hingga membuat jurnal. Dengan begitu kemampuan menulis dan berkomunikasi Katarina jadi meningkat. Hal ini terbukti sangat berguna bagi perkembangan kariernya di dunia kerja.
“Setelah menyelesaikan pendidikan S1 di Inggris, saya melanjutkan pendidikan S2 di Amerika Serikat, tepatnya di University of Michigan. Setelah lulus S2, saya bekerja di New York. Oleh karena saya sudah terbiasa bekerja dengan standar profesionalisme Barat, saya tak mengalami kendala untuk survive di dunia kerja di AS. Saya mampu bekerja sama dengan rekan dari mancanegara dan berprestasi dengan standar dunia Barat.”
“Setelah bekerja di New York, saat ini saya bekerja di Turner & Townsend. Di tahun 2016, saya berkantor di Hong Kong. Tahun 2018, saya diminta oleh CEO untuk membuka kantor di Indonesia dengan jumlah pegawai kala itu hanya enam orang.”
“Awalnya, saya senang bisa kembali ke tanah air, ternyata perjuangannya cukup berat. Dari segi mencari klien, saat itu perusahaan kami terbilang baru di Indonesia sehingga tidak banyak dikenal orang. Kedua, kami harus memberikan service excellence kepada klien,” tutur penyuka hiking dan naik gunung itu.
Lewat perjuangan dan kerja keras, dari tahun ke tahun jumlah klien Turner & Townsend terus bertambah. Katarina juga memimpin dan memadukan anggota tim yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, yakni orang lokal (Indonesia) dengan ekspatriat.
Jadi Jembatan
Dia harus menjembatani, melakukan transfer knowledge serta mindset agar human capital Indonesia dapat sejajar dengan anggota tim ekspatriat yang memiliki pengalaman bekerja di berbagai negara, dan agar human capital lokalnya dapat meningkatkan kinerja bekerja dengan tingkat profesionalisme dan tanggung jawab yang tinggi, serta tangkas (agile) melampaui berbagai tantangan dengan melatih tingkat resiliensi yang tangguh, dan tidak mudah tumbang. Ini tuntutan yang mesti dipenuhi karena klien-klien mereka adalah perusahaan multinasional.
“Sebagai leader, saya harus memastikan seluruh tim have to give the best pada klien dan itu yang harus kami lakukan untuk melakukan penetrasi pasar dan melakukan pembuktian kinerja dan profesionalisme. Pasalnya, pendekatan kami secara direct market, tidak ada supply chain involvement, hal ini untuk menangkal kemungkinan adanya bribery, dalam rangka kepatuhan terhadap ABC Policy kami (Anti Bribery & Corruption). Oleh sebab itu kami harus benar-benar menjaga kepercayaan klien,” ungkapnya.
Secara garis besar Turner & Townsend adalah perusahaan yang menangani project management, cost management, dan construction management untuk sector Property, Natural Resources, dan Infrastructure. Dia ditunjuk oleh klien sebagai perwakilan mereka.
“Misalnya, klien kami, Kedutaan Besar Australia, menunjuk Turner & Townsend sebagai perwakilan mereka untuk memastikan agar proyek mereka bisa dibangun dengan baik.”
“Kami menganalisa secara proyek, jadwalnya, keuangannya, dan setiap langkah-langkah yang diinginkan klien, tugas kami untuk menyampaikannya ke kontraktor serta konsultan. Jadi, untuk sebuah project consultant, Turner & Townsend jadi seperti jurinya. Kami juga menjadi local knowledge expert untuk klien,” papar Katarina.
Sejauh ini, klien Turner & Townsend di Indonesia adalah perusahaan nasional, multinasional, hingga kementerian dan lembaga pemerintah. Belum lama, Turner & Townsend telah menyelesaikan proyek untuk menghitung biaya pembangunan infrastruktur di Ibu kota Negara (IKN) Nusantara yang berada di Provinsi Kalimantan Timur.
Saat ini Turner & Townsend tengah dipercaya sebagai konsultan beberapa perusahaan teknologi multinasional yang berinvestasi di Indonesia dan tengah membangun proyek infrastruktur mereka di beberapa daerah. “Off the record, saya tak bisa mengungkapkan siapa saja klien tersebut, namun the Big 5 di Silicon Valley,” ujarnya.
Kontribusi untuk Indonesia
Memiliki kekayaan pengalaman hidup lama tinggal di mancanegara dan mempunyai karier gemilang di sebuah perusahaan multinasional, Katarina mempunyai mimpi untuk berbuat lebih banyak bagi Indonesia, terutama untuk generasi muda.
“Saya ingin melihat sumber daya manusia (SDM) Indonesia untuk meningkat kualitasnya, terutama saat memasuki dunia kerja. Dari sisi intelektual, kita tidak kalah dengan SDM luar negeri, tapi begitu masuk ke dunia kerja maka terlihat ada gap yang cukup besar. Ini yang saya lihat berdasarkan pengalaman memimpin perusahan asing di Indonesia, sehingga dapat membandingkan kualitas pekerja.”
Oleh sebab itu, dia ingin berkontribusi dengan meningkatkan kemampuan soft skill mereka. Lebih percaya diri dan berani memaparkan ide-ide di depan orang lain. “Hal ini sudah saya lakukan di tempat saya bekerja. Saya terlibat dalam kegiatan CSR yang diadakan oleh perusahaan untuk membantu pendidikan anak-anak di beberapa pelosok Indonesia.”
“Misalnya, membantu renovasi sekolah, memberikan bantuan buku serta peralatan sekolah, hingga mendirikan sekolah darurat. Kami membangun infrastruktur seperti jembatan yang menghubungkan antardesa hingga memperbaiki fasilitas jalan,” tutur Katarina.
Secara pribadi Katarina memiliki mimpi untuk menjadi pengembang atau developer yang mengembangkan kawasan hunian yang bisa menyatukan kalangan atas dan menengah ke bawah. Ini telah dilakukan Donald Trump ketika mengembangkan kawasan Hudson River di New York.
Ada sekitar 20 persen dari kawasan itu yang diperuntukkan pembangunan rumah susun (Rusun) untuk golongan menengah ke bawah. Kawasan itu juga aman karena warga kelas menengah ke bawah di sana sadar bahwa mereka juga mendapat subsidi dari pengembang (dalam hal ini Donald Trump).
“Selain itu, warga di sana dapat saling berinteraksi tanpa ada perbedaan latar belakang sosial dan lingkungan tempat mereka tinggal juga aman. Semoga mimpi saya dapat terwujud ke depannya,” pungkas Katarina.