Jakarta, fokal.id – Institut Francais Indonesie (IFI) telah menggelar seminar persiapan keberangkatan pada Sabtu, 29 Juni 2024. Acara tahunan ini diadakan setiap setahun sekali karena di periode Juni, Juli dan Agustus itu adalah periode high season mahasiswa-mahasiswi yang persiapan keberangkatan. Jadi mereka sudah mulai melengkapi dokumen-dokumen mulai dari mengurus visa pada periode ini. Mereka biasanya nanti akan berangkat pada akhir Agustus atau awal September. Jadi harus dipersiapkan sebelum nanti mereka berangkat ke Prancis dengan berbagai program S1, S2, S3 dan ada 91 siswa IISMA yang akan berangkat ke Prancis tahun ini. Dari program Beasiswa kolaborasi LPDP-Campus France disebutkan oleh bapak direktur, ada kolaborasi antara Kedutaan Besar Prancis di Indonesia dan LPDP. Jadi sebelum mereka semua berangkat diadakanlah Seminar ini pada bulan Juni sehingga mereka dapat memperoleh pembekalan yang cukup, sehingga nanti waktu di Prancis mereka sudah tau harus apa.
Gema menjelaskan, “Kurang lebih secara keseluruhan, mahasiswa yang akan berangkat ke Prancis di tahun ini sekitar 650-700 nantinya karena dari IISMA sendiri misalnya ada 91 awardee IISMA ke Prancis, dari LPDP ada sekitar 20-an awardee LPDP Campus France. Jadi, hasil LPDP kolaborasi dengan Campus France itu menghasilkan 20 awardee. Mahasiswa yang exchange student juga ada dari ITB, misalnya dari ITB ke Rennes School of Business itu bisa mencapai 80 mahasiswa. Untuk seminar keberangkatan hari ini terbuka untuk siapa pun yang akan berangkat ke Prancis untuk tahun ajaran 2024-2025. Acara ini diselenggarakan secara hybrid sehingga tidak hanya diadakan secara tatap muka saja, tapi juga ditayangkan secara langsung di Zoom bagi pelajar yang berhalangan hadir di Jakarta. Jumlah peserta yang ada di Zoom sekitar 90-an yang menyaksikan seminar keberangkatan.”
Seperti yang disebutkan oleh bapak direktur, pada tahun ini lebih banyak mahasiswa yang ambil kuliah di luar kota Paris. Mungkin di Indonesia lebih familiar dengan kota Paris, seperti saat ini Paris merupakan ibu kota dan wisatawan internasional banyak berlibur di kota Paris tapi mahasiswa yang ke Paris itu tahun ini hanya sekitar 10%, sisanya berpencar ada yang di kota Rennes seperti tadi mahasiswa-mahasiswa ITB berkat adanya kerja sama universitas, lalu kemudian banyak juga yang ke Grenoble, Marseille, Lyon dan Bordeaux. Hal ini sebenarnya menjadi bukti bahwa orang-orang Indonesia sudah familiar dengan negara Prancis, sehingga tidak selalu memilih kota Paris.
Di sesi seminar ini juga ada rekan-rekan dari PPI Prancis, mereka berasal dari PPI kota Paris, Bordeaux dan Rennes. Jadi teman-teman PPI hadir untuk sharing ke teman-teman yang akan berangkat dan PPI Prancis sendiri ada di 15 kota. PPI Prancis ada di kota Paris, sisanya 14 cabang ada di kota-kota lain. PPI tidak akan berdiri kalau mahasiswanya terlalu sedikit atau malah tidak ada sehingga bisa dibayangkan bahwa PPI Prancis tersebar di 15 kota dan hal ini berarti memang sebanyak itu orang-orang Indonesia yang berada di Paris dan di luar Paris. Lalu profil mahasiswa jurusannya banyak yang memilih management business karena banyak Business School berkelas dunia di Prancis.
Business School di Prancis itu banyak yang mendapatkan triple accreditation. Jadi biasanya di kalangan Business School, mereka punya triple crown accreditation yang sifatnya internasional yaitu AACSB, AMBA dan EQUIS. Sebuah Business School akan diakui dunia ketika punya tiga akreditasi tersebut. Business School di Prancis banyak yang mempunyai ketiga akreditasi ini. Jadi orang-orang Indonesia yang jurusannya management business banyak yang ke Prancis, malah profil mahasiswa paling banyak di bidang itu. Lalu nomor 2 adalah engineering seperti yang sempat disebutkan juga oleh bapak direktur. Universitas-universitas di Indonesia banyak yang bekerja sama dengan universitas Prancis di bidang engineering seperti: Nuclear Engineering, Civil Engineering hingga Civil Aviation yang mana banyak alumni-alumni dari ITB dan Kementerian Perhubungan yang S2nya di Prancis untuk bidang penerbangan sipil. Lalu nomor 3 itu banyak profilnya berasal dari orang-orang yang akan belajar ke Prancis untuk mendalami bahasanya. Sisanya seperti social sciences, fashion, kuliner. Top two nya kalau profil mahasiswa yang paling banyak yaitu Management Business dan Engineering.
Mahasiswa Indonesia yang berangkat ke Prancis profilnya sangat beragam. Seperti tadi yang Gema katakan, banyak yang di luar Paris tapi juga ada yang diterima di Paris-Saclay, Sorbonne dan PSL University karena sebenarnya kalau dilihat dari ranking international yang berada di empat kampus teratas yaitu PSL, Paris Saclay, Sorbonne dan Institut Polytechnique de Paris. Jadi yang lolos di empat kampus ini mungkin tidak sebanyak itu, tapi beberapa mahasiswa ada yang diterima di sana lalu sisanya berpencar di kota-kota lain. Satu lagi yang penting untuk di highlight bahwa kuliah di Prancis itu orang tidak selalu melihat reputasi nama universitasnya karena sistem pendidikan tingginya sudah dijamin oleh pemerintah Prancis. Ibaratnya, kualitas pendidikan di setiap universitas dan program studi itu sudah melalui proses kualifikasi yang ditentukan pemerintah Prancis. Makanya orang-orang kita malah yang memilih ke Prancis tidak selalu berpatok kepada universitas yang ada di Paris karena mereka mengetahui “Oh kalau saya mau belajar penerbangan Teknik Aeronautika belajarnya ke Toulouse”. Jadi, universitas di Prancis itu masing-masing universitas dan perguruan tinggi punya spesialisasinya dan tersebar secara merata, sehingga sangat banyak yang kuliah di luar Paris. Bahkan pada sesi diskusi bersama PPI dan alumni memang paling banyak pesertanya akan studi di Paris bagi yang hadir pada seminar ini, tapi secara profil keseluruhan juga banyak yang di Bordeaux, Rennes dan Lyon.
Biaya kuliah di Prancis itu secara rata-rata bisa mencapai €12.000 di universitas negeri maupun swasta, tapi ketika kuliah di universitas negeri itu akan langsung di support oleh pemerintah Prancis sehingga hanya membayar sekitar 30%-nya saja. Jadi S1 kalau di universitas negeri Prancis itu di angka €2.770 atau sekitar Rp.48 juta per tahun, S2 nya sekitar €3.770 atau sekitar di Rp.66 juta per tahun, kemudian S3 itu lebih murah bahkan di bawah Rp.7 juta per tahun. Pemerintah Prancis support hampir 70%, jadi kita tinggal meng-cover 30% nya. Sebenarnya yang S1 sekitar Rp.45 jutaan itu kalau tidak di support pemerintah Prancis mungkin bisa mencapai ratusan sejuta per tahunnya. Berarti kasarannya S1 di Prancis itu sekitar Rp.25 jutaan per semester dan S2 sekitar Rp.30 jutaan per semester. Jadi mirip seperti kampus swasta di Indonesia sebenarnya namun dengan berkuliah di Prancis, maka kualitas pendidikannya bertaraf internasional dan lebih bisa mendapatkan network internasional karena mahasiswa internasional yang kuliah di Prancis sangat banyak. Prancis kalau di ranking internasional merupakan negara ke-5 yang menerima international students dari berbagai negara.
Living cost biasanya kalau di Paris itu sekitar €900-1.300 per bulan, kalau di luar Paris itu €700-900. Jadi jauh lebih murah, bahkan di kota-kota besar selama berada di luar Paris itu pasti tetap jauh lebih murah. Salah satu alasan orang Indonesia lebih banyak yang memilih kuliah di luar Paris ini mungkin karena biaya hidupnya yang murah.
Jadi kalau di IFI itu mekanisme umumnya adalah ketika siswa pulang ke Indonesia itu biasanya mereka akan kita undang untuk bergabung ke jaringan France Alumni Indonesia yang mana penanggung jawabnya bernama Indah Tridiyanti. Di jaringan France Alumni Indonesia itu saat ini ada sekitar 3.500 alumni yang sudah terdaftar, bahkan yang tidak terdaftar mungkin bisa mencapai 6.000 alumni. Mekanisme umumnya adalah biasanya mereka setelah pulang ke Indonesia nanti ijazah mereka dikirimnya ke kita. Ijazah mereka akan dikirim melalui pengiriman diplomatik. Jadi nanti ijazah dari universitas dikirim via kedutaan melalui IFI nanti siswa akan mengambil langsung ijazahnya ke IFI. Kita sangat mengapresiasi para pelajar Indonesia yang pernah studi di Prancis dan kita akan invite mereka untuk masuk ke jaringan France Alumni Indonesia. Nanti biasanya formatnya seperti itu. Atau juga biasanya lewat mulut ke mulut lumayan umum tersebar sehubungan dengan eksistensi Jaringan France Alumni Indonesia. Jadi biasanya alumni-alumni Indonesia yang pernah studi di Prancis, mereka semua mengetahui tentang keberadaan France Alumni Indonesia sehingga saling mengingatkan satu sama lain. “Eh udah gabung belum France Alumni Indonesia?”, seperti itu. Para pendaftar yang aktif nanti biasanya mereka tergabung di IAPI (Ikatan Alumni Prancis Indonesia). Disana ada panitia-panitianya beserta ketuanya. Sebagai contoh, pada acara France Alumni Day kita berkolaborasi dengan IAPI. Jadi untuk mengetahui alumni yang lebih aktif biasanya lebih mudah melalui IAPI.
Untuk berhubungan dengan alumni jangan ragu untuk menghubungi Indah dan IAPI karena lebih mudah menemukan profil-profil alumni yang ahli di berbagai bidang, mulai dari management business, engineering, penerbangan sipil, hingga fashion design. Nanti di sesi alumni itu akan ada 2 alumni yang datang. Alumni dari management business, Fahri dan alumni dari fashion management, Talitha. Acara seminar keberangkatan ini diadakan selama seharian dari pagi hingga malam hari, sesi alumni ada di jam 15.45.
Gema bekerja di bagian divisi kerja sama universitas dari IFI atau Kedutaan Prancis. “Kita memang ibaratnya seperti jembatan jadi misalkan universitas di Indonesia mau bekerja sama dengan universitas di Prancis, tidak tau mau menghubungi siapa dan tidak tau universitas yang cocok yang mana, nah kita yang jembatanin mereka. Misalnya, kemarin prosesnya yang berjalan sangat lancar itu saya sangat ingat ada Universitas Katolik Soegijapranata Semarang ingin bekerja sama dengan universitas di Prancis dalam bidang arsitektur. Akhirnya lewat kita dibantu identify kampus-kampus mana yang unggul di bidang arsitektur, kita hubungkan kedua universitas ini, kita bantu mereka bikin rapat, kita bantu mereka mendefinisikan bareng-bareng kerja samanya akan menjadi apa, apakah exchange, double degree, guest lecture. Divisi kita pada dasarnya menemani proses itu hingga nanti dua universitas ini tanda tangan MoU, kemudian nanti mungkin beberapa bulan atau tahun kemudian ternyata mereka berhasil bikin program exchange atau double degree misalnya. Jadi divisi kerja sama universitas itu pada dasarnya divisi dari Kedutaan Prancis yang tujuannya untuk menjembatani universitas yang ada di Indonesia dan Prancis”, ujar Gema.
Universitas yang sudah kerja sama sudah banyak yaitu sekitar 50-an universitas di Indonesia yang bekerja sama dengan Prancis, tapi yang banyak partnershipnya di Prancis itu ITS Surabaya yang partnernya bisa mencapai 20-an universitas dan ITS juga pada tahun lalu menerima sekitar 120 mahasiswa dari Prancis. Lalu kemudian UI ada kerja sama dengan sekitar 18-an universitas Prancis. Lalu setelah itu ada ITB, yang mirip seperti UI sekitar 15 universitas rekanan dan UGM juga punya sekitar 20-an rekanan kampus Prancis. Lalu sisanya universitas lain seperti UNAIR ada 3 kampus. IPB ada 2 kampus. Contoh menarik adalah tahun ini ada yang berangkat untuk double degree IPB dengan Prancis untuk bidang manajemen lingkungan seperti langkah pencegahan kebakaran hutan. Jadi kalau dari IPB sepertinya yang berangkat tahun ini sudah angkatan ke-3 double degree: IPB dengan PSL. PSL merupakan salah satu top university di Prancis. Contoh lainnya adalah BINUS, kampus swasta terbaik dengan jumlah rekanan Prancis yang sangat banyak. Kita juga kemarin sempat ketemu dengan mahasiswa exchange dari Prancis ke BINUS, itu juga biasa mereka rutin setiap semester. Dari kampus swasta itu ada BINUS, IPMI Business School yang di Kalibata mereka berpartner dengan 4 kampus dari Prancis. Lalu dari swasta, ada Universitas Surabaya (UBAYA) mereka baru launching tahun ini dengan universitas Prancis di bidang Business juga.
Target jumlah mahasiswa yang berangkat ke Prancis sebelumnya yaitu 500 orang. Jadi sebelum Covid sekitar 500-an, lalu kemudian Covid sempat turun, kemudian kita pada tahun 2022-2023 sudah mulai naik lagi yaitu 500 lagi jadi balik ke posisi sebelum Covid dan tahun ini 2024 ada di sekitar 650-700 orang karena mobilitas kita paling banyak di support karena adanya program IISMA, LPDP dan program mobilitas antaruniversitas. Yang akan ke Prancis itu umumnya sekitar 500-an, lalu ada ISMA ditambah 91 orang, dari LPDP Campus France program kolaborasi ada tambahan 20 orang, lalu nanti ada lagi yang beasiswa dari Kominfo kemarin kita juga ada 5 awardee yang lolos. Jadi sudah mulai banyak program-program kolaborasi dan satu lagi Labschool Cibubur kita ada jurusan France Track ini kolaborasi antara IFI dengan Labschool Cibubur. Tahun ini yang berangkat mereka ada sekitar 30-an alumni kelas 12 yang akan langsung S1 ke Prancis. Jadi mereka tidak perlu jeda belajar Bahasa, tidak perlu menunggu setahun lagi karena di Labschool Cibubur ada France Track dan itu didesain agar anak-anaknya ketika lulus sudah level B2 dan siap untuk studi di Prancis. Jadi karena banyaknya program-program tadi akan berdampak pada peningkatan jumlah keberangkatan mahasiswa tahun ini, khususnya itu akan sekitaran di 650-700 estimasi kita.
Untuk kuliah ke Prancis itu biasanya nanti teman-teman Indonesia secara umum dapat menghubungi Campus France Indonesia karena memang di bawah divisi kerja sama universitas itu kita ada Campus France dan tujuan utama dari Campus France adalah untuk mendampingi para pelajar dari Indonesia yang mau studi ke Prancis baik dengan biaya sendiri maupun beasiswa. Jadi kalau misal ada yang berkeinginan kuliah ke Prancis bisa menghubungi Campus France yang ada di 5 kota. Kita ada di Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta dan Medan. Jadi tinggal dicari langsung Campus France terdekat di kota mana, lalu bisa kirim email request untuk pendampingan studi ke Prancis nanti akan disupport oleh tim kita. Jadi biasanya pendampingannya bisa via email, reservasi janji temu yang sifatnya gratis jadi tidak ada dipungut biaya apa pun, dan konsultasi secara online via zoom. Kalau janji temu bisa konsultasi langsung di kantornya Campus France.
Beasiswa di Prancis bernama France Excellence yang dibuka setiap tahun. Jadi seperti Inggris punya Chevening, Amerika Serikat punya Fulbright, Prancis punya France Excellence. Jadi itu juga terbuka setiap tahunnya untuk mahasiswa-mahasiswi dari seluruh dunia, termasuk dari Indonesia.
Untuk awardee nya sebenernya, kita tidak bisa open ke public karena ini regulasi dari pemerintah Prancisnya secara langsung karena dari pemerintah Prancis pertimbangannya adalah kalau kita memberikan informasi tentang kuota nanti orang-orang cenderung mudah minder. Kalau, misalnya tau “oh cuma segini, oh cuma segitu.” Padahal kadang-kadang bagi mahasiswa yang punya profil bagus, kuota itu bisa memberikan dampak psikologis sehingga ia malah jadi berpikir ulang saat akan mendaftar. Jadi, misalnya nih anggap lah misalnya ternyata kuotanya 40%, orang-orang sudah pada berpikir dahulu: “Duh yang berangkat ke Prancis 600, eh kuotanya 40% kayaknya saya gak lolos, gausah daftar deh.” Kekhawatiran itu yang ingin kita cegah. Jadi ibaratnya mahasiswa kalau sudah punya LoA di Prancis, kita sarankan untuk daftar ke beasiswa, persiapkan diri dengan baik, dokumen-dokumennya juga disiapkan. Kalau diundang ke wawancara, persiapkan diri untuk wawancara dan berikan yang terbaik. Kita memang tidak membuka informasi tentang kuota tujuannya agar ketika ada yang percaya diri untuk mendaftar beasiswa ya sudah daftar saja. Jangan berpikir kuotanya akan diterima atau tidak, daftar dulu siapkan diri dengan baik semaksimal mungkin.
“Kalau untuk acara ini memang harapan terbesarnya adalah nanti para pelajar yang akan berangkat ke Prancis tahun ini mereka akan lebih siap, mereka udah tahu harus ngapain sebelum ke Prancis dan ketika tiba di Prancis. kita juga nanti ada kata sambutan dari ibu Atdikbud KBRI Paris cuma memang beliau berhalangan hadir, tapi beliau sudah siapkan sambutannya via video. harapan dari kegiatan ini adalah mereka siswa-siswa ini bisa mengetahui dokumen-dokumen yang perlu disiapkan, tips and trick hidup di Prancis seperti apa, kemudian nanti waktu kuliah di Prancis udah tidak kaget lagi dengan sistem kelas-kelasnya karena perbedaan sistem pendidikan, seperti adanya kelas besar dan kelas kecil. Selain itu, mereka juga dapat mengetahui sistem penilaiannya gimana karena nilai yang bagus dan nilai yang jelek di Prancis menggunakan sudut pandang yang berbeda dengan kita. Jadi semua persiapannya kita berikan hari ini sehingga ketika siswa sampai sana mereka sudah tidak merasa asing lagi. Misalnya ‘oh aku udah tau nih, aku harus gini-gini-gini, oh nanti aku di Prancis bakal dapet nilai 13/20 dan itu sudah nilai yang bagus kalau di Prancis.’ Kalau di Indonesia mungkin kita akan mengira bahwa ini nilainya 6,5 tapi 6,5 di Indonesia kesannya memang bukan nilai yang bagus. kalau nilai di sana 13/20 itu sudah nilai yang bagus, seperti itu misalnya. Jadi persiapan-persiapan itu tadi yang kita berikan hari ini agar siswa sudah lebih familiar ketika nyampe di sana nantinya,” tutup Gema.