Jakarta, fokal.id – Mengelola keuangan bukanlah tugas yang mudah, baik untuk diri sendiri maupun keluarga. Apalagi di Indonesia saat ini marak dengan istilah “sandwich generation” atau “generasi sandwich”, kondisi ketika sebuah generasi harus menanggung hidup tiga generasi sekaligus, yakni orang tua, diri sendiri, dan anak (atau adik).
Zaman sekarang semakin banyak anak muda, yang juga bagian dari generasi sandwich, memiliki mimpi untuk membangun usahanya sendiri, baik dalam skala kecil hingga besar. Ini mereka lakukan untuk mengembangkan kondisi finansialnya, karena ingin berkarya secara independen, atau mempunyai passion yang ingin mereka kejar. Hal ini sejalan dengan data oleh Kadin Indonesia yang menunjukkan jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia per tahun 2023 telah mencapai 66 juta dan berkontribusi sebesar 61 persen pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Nah, pertanyaan selanjutnya: bagaimana generasi sandwich dapat menyeimbangkan kebutuhan pribadi, keluarga, dan membangun bisnis secara bersamaan? Bertepatan dengan Bulan Inklusi Keuangan serta mendukung Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN) oleh OJK, Bank DBS Indonesia menghadirkan lima tips yang bisa kamu coba. Yuk, cek kiat-kiatnya di bawah ini!
1. Analisis kondisi keuangan diri sendiri dan keluarga saat ini
Siapa bilang sandwich generation tidak bisa punya bisnis sendiri? Dengan perencanaan keuangan yang konsisten dan detil, bukan tidak mungkin kita juga bisa mengembangkan bisnis kita! Namun, sebelum kamu membuat rencana keuangan dan rencana bisnis, penting untuk memahami kondisi keuangan diri sendiri dan keluarga secara detil. Mulai dari mencatat semua pemasukan dan pengeluaran, mengidentifikasi sumber utang, hingga menghitung persentase utang terhadap pendapatan. Dengan pemahaman yang komprehensif ini, kamu dapat membuat keputusan finansial yang lebih baik dan merencanakan bisnis dengan lebih realistis.
Dalam menilai kesehatan nilai utang kamu atau keluarga kamu, coba gunakan metode debt to income ratio, yaitu cicilan bulanan dibagi pendapatan kotor dikali 100 persen. Idealnya, debt to income ratio adalah di bawah 35 persen, menandakan kondisi keuangan yang sehat dan memudahkan kamu ketika mengajukan pinjaman/kredit/cicilan kepada bank. Sedangkan rasio 36-49 persen masih termasuk nilai yang bisa ditoleransi, namun kamu perlu lebih ketat mengatur pengeluaran. Apabila rasio utang terhadap pendapatan kamu sudah mencapai 50 persen bahkan lebih, sebaiknya kamu mempertimbangkan cara-cara untuk meningkatkan pendapatan atau mengurangi utang sebelum membangun bisnis, ya!
2. Buat dan monitor rencana keuangan
Setelah memahami kondisi keuangan kamu dan keluargamu, penting untuk membuat rencana keuangan serta memantau rencana tersebut untuk mencapai tujuan keuangan kamu. Metode SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time-Bound) merupakan salah satu cara sederhana untuk menetapkan tujuan keuangan secara matang dan terukur.
Selain itu, kamu perlu mengatur skala prioritas dalam menabung. Setidaknya, ada empat jenis kategori tabungan yang perlu kamu siapkan berdasarkan prioritas, tabungan untuk kebutuhan dasar, dana darurat, asuransi, dan yang terakhir investasi. Pelajari seluruh kategori tersebut karena masing-masing memiliki likuiditas serta manfaat yang berbeda.
Selanjutnya, kamu perlu rutin memantau kondisi keuangan serta pelaksanaan rencana keuangan untuk membantu kamu mengetahui potensi masalah lebih dini dan mengambil tindakan perbaikan secara cepat dan efektif. Misalnya, jika kamu sudah menetapkan persentase pendapatan yang akan kamu alokasikan untuk bisnis, pastikan kamu lakukan dengan konsisten. OJK merekomendasikan bahwa 10 persen dari penghasilan bulanan bisa digunakan untuk menabung atau berinvestasi yang dapat kamu alokasikan juga untuk mengembangkan bisnis kamu.
Penting juga untuk memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan rencana keuangan kamu. Jika sewaktu-waktu kamu memiliki kebutuhan mendesak, tak perlu ragu untuk menyisihkan sebagian dari penghasilanmu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, kamu juga perlu terus mengevaluasi dampaknya, temukan cara agar kamu dapat tetap mempertahankan rencana keuangan sesuai target, dan meminimalisir kesalahan serupa terjadi ke depannya.
3. Pisahkan keuangan bisnis dan pribadi
Salah satu langkah krusial untuk diterapkan saat memulai bisnis adalah memisahkan keuangan untuk bisnis dan pribadi, termasuk menggunakan dua rekening yang berbeda. Dengan cara ini, kamu bisa menyusun laporan keuangan kamu dengan lebih rapi dari dua sisi, memudahkan evaluasi keuangan yang akan membantu kamu dalam mengambil keputusan, serta memudahkan perhitungan pajak.
Selain itu, memisahkan keuangan bisnis dan pribadi bisa membantu kamu terhindar dari risiko menggunakan dana pribadi untuk kebutuhan bisnis, atau sebaliknya. Dengan memiliki rekening terpisah, kamu juga bisa memantau arus kas dengan lebih mudah untuk mengetahui berapa pendapatan dan pengeluaran dari usaha kamu. Langkah ini penting buat bisnis yang sedang berkembang supaya setiap transaksi dapat dipertanggungjawabkan dan terhindar dari kebingungan atau kesalahan pencatatan yang akan mengganggu kestabilan usaha.
Bila dirasa perlu, kamu juga dapat mempekerjakan financial advisor atau penasihat keuangan terpisah untuk urusan bisnis. Penasihat keuangan atau akuntan dapat membantu kamu menyiapkan sistem yang tepat, terutama kalau kamu baru mengenal manajemen bisnis. Mereka juga dapat memastikan kamu mematuhi peraturan yang berlaku untuk melindungi keuangan pribadi dan bisnis.
4. Sulit namun perlu dilakukan: tetapkan batasan dengan keluarga
Ketika dihadapkan dengan keluarga dan orang-orang tersayang, mungkin insting pertamamu adalah untuk membantu mereka semaksimal mungkin. Gotong royong dan tolong menolong memang penting, namun menetapkan batasan juga tidak kalah penting, lho!
Penting untuk membicarakan kondisi dan batasan keuangan kamu dengan keluarga dan prioritas kita saat ini agar bisa saling memahami, terutama ketika kamu memiliki prioritas lain seperti bisnismu. Dalam buku “Perencanaan Keuangan Keluarga” dari OJK, disarankan untuk mengalokasikan maksimal 40 persen dari gaji untuk kebutuhan rumah tangga dan 10 persen untuk anak dan pendidikan, atau sama dengan 50 persen dari gaji untuk kebutuhan keluarga. Ini bertujuan agar kamu tetap memiliki dana yang cukup untuk mempersiapkan masa depan, baik untuk kebutuhan pribadi atau bisnis kamu.
Selain itu, kamu juga bisa menawarkan bantuan selain uang, misalnya dengan memberikan saran, koneksi dengan orang lain, atau menyelesaikan tugas rumah tangga lainnya. Dengan ini, kamu dapat melindungi kesehatan finansial diri sendiri dan usahamu, tapi sambil tetap menjaga hubungan baik dengan keluarga
5. Terus kembangkan skill manajemen keuangan
Seiring bertumbuhnya bisnis kamu, tentu kamu perlu semakin bijak dalam mengatur keuangan bisnis. Untuk terus melipatgandakan keuntungan, tentu kamu harus terus memperkaya diri
dengan banyak ilmu seperti budgeting, manajemen utang dan aset, strategi berinvestasi, hingga menentukan prioritas kamu. Mengikuti kelas atau seminar merupakan salah satu cara terus mengasah growth mindset-mu dan menyajikan cara-cara menarik untuk menyelaraskan tujuan keuangan pribadi, keluarga, dan bisnis. Kamu juga akan belajar menyiapkan dana darurat untuk keluarga, pendidikan anak, hingga alokasi dana untuk self-reward untuk mengurangi stres dan konflik keuangan.
Selain ilmu baru, seminar atau kelas finansial juga menjadi ajang networking yang berguna! Di sana, kamu bisa bertemu dengan pelaku UMKM lain, bertukar insights, saling memberikan dukungan, dan bahkan bekerja sama di kemudian hari.
Sebagai bank yang digerakkan oleh tujuan positif (purpose-driven), Bank DBS Indonesia secara konsisten memberikan pemaparan literasi finansial, sejalan dengan fokusnya untuk memajukan inklusivitas di Indonesia. Salah satunya adalah melalui program ’Kedai Belajar powered by DBS’. Kegiatan ini rutin dilakukan dan akan kembali dilaksanakan pada 30 Oktober 2024 di Pekanbaru. Kehadiran program ini ditujukan untuk mendukung UMKM mengidentifikasi kesehatan keuangan usaha mereka, cara mengelola keuangan, merencanakan anggaran, belajar fundamental perpajakan, serta merencanakan program untuk mencapai tujuan keuangan di masa depan.
Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia Mona Monika mengatakan, “Literasi dan inklusi keuangan merupakan aspek penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Kami juga percaya bahwa kecakapan dalam hal keuangan harus dimulai dari lingkungan terdekat, yakni diri sendiri dan keluarga, sebelum merambah ke lingkup yang lebih luas seperti bisnis yang kita bangun hingga masyarakat. Oleh karena itu, dengan ‘spark’ atau semangat untuk mendukung ekosistem keuangan Indonesia yang lebih inklusif dan mendampingi masyarakat dalam merencanakan keuangan yang matang demi masa depan yang sejahtera, Bank DBS Indonesia turut mendukung upaya pemerintah sepanjang Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2024 melalui berbagai kegiatan. Seluruh upaya ini kami lakukan sejalan dengan pilar keberlanjutan Bank DBS Indonesia yang ketiga, yakni Impact Beyond Banking, selaras dengan visi kami untuk menjadi ‘Best Bank for a Better World’.”
Tidak hanya untuk UMKM, Bank DBS Indonesia juga memberikan literasi finansial bagi kaum marjinal, seperti mengedukasi para ibu asuh yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) SOS Children’s Villages di Cibubur. Pada kegiatan ini, para ibu asuh diberdayakan untuk mengelola keuangan keluarganya dengan lebih bijak.
Yuk, mulai terapkan tips-tips ini supaya kamu bisa membangun pondasi keuangan yang kuat dan stabil untuk masa depan!